Menghibahkan Harta tanpa Sepengetahuan Pasangan
PERTANYAAN:
Minggu, 6 Oktober 2013, 11:31
Assalamu’alaikum
saya ingin bertanya pak
Seorang istri meninggal dunia tanpa meninggalkan anak, sebelum istri meninggal ia telah menghibahkan sebagian tabungan atas nama kakak kandungnya tanpa sepengetahuan suami, dan almh mengatasnamakan sebagian tabungannya atas nama kakak kandung karena almh ingin sebagian hartanya dibelanjakan pada jalan Alloh dan almh mewasiatkan kepada kakaknya agar tabungan yang diatasnamakan kakaknya tersebut diberikan kepada kaum dhuafa/masjid karena almh tidak mewasiatkan kepada suami ditakutkan timbul ketidak cocokan dalam membelanjakan
untuk jalan Alloh karena almh tau sifat suaminya dan tabungan yang didapat adalah hasil dari berdagang almh itu masuk hibah/warisan?
Almh istri tersebut berdosa tidak jika sebelum meninggal membuat wasiat seperti itu? karena ia ingin membelanjakan sebagian hartanya di jalan Alloh? karena almh yakin suaminya telah lebih dari cukup dalam materi
Wassalamu,alaikum, terimakasih
JAWABAN:
Wa’alaikum Salam Wr. Wb.
Saudara penanya yang kami hormati.
Terima kasih sebelumnya telah berkunjung ke website kami
Membaca dari pertanyaan saudara, ada 2 pembahasan yang ingin kami jelaskan aturan yang mengatur hal tersebut, yaitu aturan tentang hibah dan wasiat.
- Tentang aturan Hibah terdapat pada Kompilasi Hukum Islam pasal 210 s.d. 214
Pasal 210 :
(1) Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun berakal sehat tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta bendanya kepada orang lain atau lembaga di hadapan dua orang saksi untuk dimiliki.
(2) Harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari penghibah.
Pasal 211 : Hibah dan orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan.
Pasal 212 : Hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah orang tua kepada anaknya.
Pasal 213 : Hibah yang diberikan pada swaat pemberi hibah dalam keadaan sakit yang dekat dengan kematian, maka harus mendapat persetujuan dari ahliwarisnya.
Pasal 214 : Warga negara Indonesia yang berada di negara asing dapat membuat surat hibah di hadapan Konsulat atau Kedutaan Republik Indonesia setempat sepanjang isinya tidak bertentangan dengan ketentuan pasal-pasal ini.
Melihat dari bunyi pasal 210 ayat (2) tersebut, ketika benda yang akan dihibahkan itu adalah harta bersama, maka harus minta persetujuan pasangan. Tetapi ketika benda yang dihibahkan adalah milik isteri atau suami, maka tidak perlu persetujuan pasangan dengan syarat sebanyak-banyak 1/3 harta benda sebagaimana bunyi pasal 210 ayat (1).
Tentang aturan harta bersama terdapat pada KHI pasal 1 huruf (f) yang berbunyi :
Harta kekayaan dalam perkawinan atau Syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami-isteri selam dalam ikatan perkawinan berlangsung selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun;
Penjelasan: selama dalam ikatan perkawinan baik harta yang diperoleh suami atau isteri disebut harta bersama, walaupun salah satunya tidak bekerja, seperti yang bekerja hanya suami, isteri hanya sebagai ibu rumah tangga, maka segala yang dihasilkan suami adalah harta bersama dengan isterinya, begitupula sebaliknya.
- Tentang aturan wasiat terdapat pada Kompilasi Hukum Islam pasal 194 s.d. 209
BAB V
WASIAT
Pasal 194
(1) Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga.
(2) Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat.
(3) Pemilikan terhadap harta benda seperti dimaksud dalam ayat (1) pasal ini baru dapat dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia.
Pasal 195
(1) Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua orang saksi, atau dihadapan Notaris.
(2) Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujui.
(3) Wasiat kepada ahli waris berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris.
(4) Pernyataan persetujuan pada ayat (2) dan (3) pasal ini dibuat secara lisan di hadapan dua orang saksi atau tertulis di hadapan dua orang saksi di hadapan Notaris.
Pasal 196
Dalam wasiat baik secara tertulis maupun lisan harus disebutkan dengan tegas dan jelas siapasiapa atau lembaga apa yang ditunjuk akan menerima harta benda yang diwasiatkan.
Pasal 197
(1) Wasiat menjadi batal apabila calon penerima wasiat berdasarkan putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dihukum karena:
- dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat kepada pewasiat;
- dipersalahkan secara memfitrnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewasiat telah melakukan sesuatu kejahatan yang diancam hukuman lima tahun penjara atau hukuman yang lebih berat;
- dipersalahkan dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat untuk membuat atau mencabut atau merubah wasiat untuk kepentingan calon penerima wasiat;
- dipersalahkan telah menggelapkan atau merusak atau memalsukan surat wasiat dan pewasiat.
(2) Wasiat menjadi batal apabila orang yang ditunjuk untuk menerima wasiat itu:
- tidak mengetahui adanya wasiat tersebut sampai meninggal dunia sebelum meninggalnya pewasiat;
- mengetahui adanya wasiat tersebut, tapi ia menolak untuk menerimanya;
- mengetahui adanya wasiatnya itu, tetapi tidak pernah menyatakan menerima atau menolak sampai ia meninggal sebelum meninggalnya pewasiat.
(3) Wasiat menjadi batal apabila yang diwasiatkan musnah.
Pasal 198
Wasiat yang berupa hasil dari suatu benda ataupun pemanfaatan suatu benda haris diberikan jangka waktu tertentu.
Pasal 199
(1) Pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum menyatakan persetujuan atau sesudah menyatakan persetujuan tetapi kemudian menarik kembali.
(2) Pencabutan wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau tertulis dengan disaksikan oleh dua prang saksi atau berdasarkan akte Notaris bila wasiat terdahulu dibuat secara lisan.
(3) Bila wasiat dibuat secara tertulis, maka hanya dapat dicabut dengan cara tertulis dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akte Notaris.
(4) Bila wasiat dibuat berdasarkan akte Notaris, maka hanya dapat dicabut berdasartkan akte Notaris.
Pasal 200
Harta wasiat yang berupa barang tak bergerak, bila karena suatu sebab yang sah mengalami penyusutan atau kerusakan yang terjadi sebelum pewasiat meninggal dunia, maka penerima wasiat hanya akan menerima harta yang tersisa.
Pasal 201
Apabila wasiat melebihi sepertiga dari harta warisan sedangkan ahli waris ada yang tidak menyetujui, maka wasiat hanya dilaksanakan sampai sepertiga harta warisnya.
Pasal 202
Apabila wasiat ditujukan untuk berbagai kegiatan kebaikan sedangkan harta wasiat tidak mencukupi, maka ahli waris dapat menentukan kegiatan mana yangdidahulukan pelaksanaannya.
Pasal 203
(1) Apabila surat wasiat dalam keadaan tertup, maka penyimpanannya di tempat Notaris yang membuatnya atau di tempat lain, termasuk surat-surat yang ada hubungannya.
(2) Bilamana suatu surat wasiat dicabut sesuai dengan Pasal 199 maka surat wasiat yang telah dicabut itu diserahkan kembali kepada pewasiat.
Pasal 204
(1) Jika pewasiat meninggal dunia, maka surat wasiat yang tertutup dan disimpan pada Notaris, dibuka olehnya di hadapan ahli waris, disaksikan dua orang saksi dan dengan membuat berita acara pembukaan surat wasiat itu.
(2) Jika surat wasiat yang tertutup disimpan bukan pada Notaris maka penyimpan harus menyerahkan kepada Notaris setempat atau Kantor Urusan Agama setempat dan selanjutnya Notaris atau Kantor Urusan Agama tersebut membuka sebagaimana ditentukan dalam ayat (1) pasal ini.
(3) Setelah semua isi serta maksud surat wasiat itudiketahui maka oleh Notaris atau Kantor Urusan Agama diserahkan kepada penerima wasiat guna penyelesaian selanjutnya.
Pasal 205
Dalam waktu perang, para anggota tentara dan merekayang termasuk dalam golongan tentara dan berada dalam daerah pertewmpuran atau yang berda di suatu tempat yang ada dalam kepungan musuh, dibolehkan membuat surat wasiat di hadapan seorang komandan atasannya dengan dihadiri oleh dua orang saksi.
Pasal 206
Mereka yang berada dalam perjalanan melalui laut dibolehkan membuat surat wasiat di hadapan nakhoda atau mualim kapal, dan jika pejabat tersebut tidak ada, maka dibuat di hadapan seorang yang menggantinya dengan dihadiri oleh dua orang saksi.
Pasal 207
Wasiat tidak diperbolehkan kepada orang yang melakukan pelayanan perawatan bagi seseorang dan kepada orang yang memberi tuntutran kerohanian sewaktu ia mewnderita sakit sehingga meninggalnya, kecuali ditentukan dengan tegas dan jelas untuk membalas jasa.
Pasal 208
Wasiat tidak berlaku bagi Notaris dan saksi-saksi pembuat akte tersebut.
Pasal 209
(1) Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176 sampai dengan Pasal 193 tersebut di atas, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta wasiat anak angkatnya.
(2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiatdiberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.
Demikian jawaban dari kami.
Atas kesalahan dan kekurangannya, kami mohon maaf.
Semoga bermanfaat
Wassalam
Admin