November 27

Hak saudara kandung pewaris

PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum Wr Wb
Halo Pak/Bu,

Saya ingin bertanya. Jadi saya punya Bude anak 2, suami Bude saya sudah meninggal. Bude saya tidak lama menjual tanah yg sudah laku 100 juta, fyi Bude saya sudah tua berumur 70th-an. Bude saya tinggal bersama Kakaknya sudah lama sekali. Ceritanya Anak-anaknya tidak pernah mengunjungi bude saya, tetapi setelah mendengar bahwa tanah Bude saya laku tiba-tiba anak-anaknya langsung mengunjungi bude saya, singkatnya mereka ingin uang hasil penjualan Bude saya. Anak Bude saya yg pertama langsung mengajak Bude saya kerumahnya di Bali dengan alasan cucunya kangen, tetapi itu semua adlh jebakan agar anaknya bisa memaksa meminta uang itu ke Bude saya. Usut punya usut Bude saya menitipkan uangnya ke adiknya, adik Bude itu Ibu saya sendiri. Ibu dititipi Sertifikat atas nama Ibu dan uang 100jt kepunyaan Bude. Anak pertama Bude langsung meneror Ibu saya supaya uangnya ditransfer ke dia padahal tidak ada perintah dari Bude. Bude tidak pernah menyuruh Ibu saya mentransfer uang ke Anaknya Bude saya. Ibu saya langsung bingung apakah ditransfer atau tidak secara uang itu masih di Hak Bude bukan Haknya anak Bude apakah benar pernyataan ini ? Ibu saya diancam akan dilaporkan ke Polisi karena penggelapan uang terhadap anak bude yg kedua. Jadi apakah Ibu harus menunggu perintah Bude atau langsung transfer saja ? Karena Bude saya tidak memerintahkan secara langsung ke Ibu saya untuk mentransfer uang itu ke Anaknya. Apakah Perbuatan Ibu saya ini benar atau salah ?

Terima Kasih.

 

JAWABAN:

Wa’alaikum salam wr.wb
Saudara penanya yang kami hormati.
terimakasih sebelumnya kami ucapkan telah berkunjung ke website kami.

Sebelum menjawab pertanyaan saudara, akan kami uraikan terlebih dahulu asas-asas hukum kewarisan dalam Islam, sebab mendapat warisan serta apa saja yang menghalangi sesorang tidak mendapatkan warisan.

Asas-asas hukum kewarisan Islam yaitu :

  1. Asas Ijbari
  2. Asas Bilateral
  3. Asas Individual
  4. Asas Keadilan berimbang
  5. Asas semata akibat kematian
  6. Asas Integrity (ketulusan)
  7. Asas ta’abudi (penghambaan diri)
  8. Asas Huququl Maliyah (hak-hak kebendaan)
  9. Asas Huququn Thaba’iyah (hak-hak dasar)
  10. Asas membagi habis harta warisan

Selengkapnya dapat dibaca artikel kami asas-asas hukum kewarisan islam

Dalam kasus di atas, walaupun seorang anak semasa hidunya tidak memperhatikan kedua orang tuanya tidak menyebabkan dia terhalang mendapat warisan, kecuali oleh sebab hal-hal yang menyebebkan sesorang terhalang dapat warisan seperti akan kami jelaskan selanjutnya.

Dalam masalah tersebut berlaku asas pertama Ijbari. Yaitu peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut kehendak Allah tanpa tergantung kepeda kehendak dari pewaris atau permintaan dari ahli warisnya.

Walaupun semasa hidupnya bude saudara penanya tidak pernah mengatkan harta warisan itu agar diserahkan kepada anaknya atau tidak, si anak tetap mempunyai hak mendapat kan harta warisan orang tuanya.

Ahli waris tidak mendapatkan harta warisan apabila:

  1. Pembunuh tidak berhak mendapat warisan dari pewaris yang membunuhnya
  2. Beda agama, orang kafir tidak berhak menerima warisan dari keluarganya yang beragama Islam
  3. Perbudakan
  4. Murtad, pindah agama
  5. Karena hilang tanpa berita. Karena seseorang hilang tanpa berita tak tentu dimana alamat dan tempat tinggal selama 4 (empat) tahun atau lebih, maka orang tersebut di anggap mati karena hukum (mati hukmy) dengaan sendirinya tidakk mewarist dan menyatakan mati tersebut harus dengaan putusan hakim.

Sebelum harta peninggalan dibagi, terlebih dahulu diselesaikan kewajiban-kewajiban sebagaimana diatur dalam pasal 175 KHI:
1. Kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah:
a. mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai;
b. menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan, termasuk kewajiban pewaris maupun penagih piutang;
c. menyelesaikan wasiat pewaris;
d. membagi harta warisan di antara wahli waris yang berhak.
2. Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya.

Misalnya, harta yang ditinggalkan pewaris (bude) sebesar Rp.100 juta ditambah rumah. Maka sebelum harta itu dibagi, harus diselesaikan terlebih dahulu hal-hal sebagaimana termuat dalam pasal 175 KHI di atas.

  1. Biaya pengurusan jenazah misalnya Rp. 5 juta
  2. Biaya, perawatan selama sakit, utang, dll sejumlah Rp.5 juta
  3. Wasiat pewaris missal Rp. 10 juta

Jumlah biaya 1 sd 3 = Rp. 20 juta

Maka yang menjadi harta warisan adalah sertifikat rumah ditambah Rp. 80 juta.

Mengenai wasiat, dalam pasal 195 KHI ayat (1) dan (2) disebutkan

  1. Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua orang saksi, atau dihadapan Notaris.
  2. Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujui.

Misalkan, sebelum meninggal bude saudara berwasiat agar menyerahkan seluruh hartanya kepada ibu saudara sebagai saudara beliau, maka wasiat itu hanya diperhitung maksimal sepertiga dari harta warisan, tidak boleh semuanya. 1/3 dari Rp.80 juta = Rp.26.666.666, dan wasiat itupun harus mengikuti prosedur hukum yang berlaku sebagaimana diatur dalam pasal 194 sampai 209 KHI (Kompilasi Hukum Islam).

Kembali ke permasalahan yang saudara tanyakan,

Ketika pewaris (bude) meninggal, maka yang menjadi ahli warisnya adalah kedua anaknya, dengan aturan sebagaimana pasal 176 KHI:
Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-samadengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anakperempuan.

Sedangkan, ibu saudara sebagai saudara kandung pewaris (bude) terhalang atau tidak mendapat warisan dari bude saudara, karena ada 2 (dua) anak tersebut.

Pasal 181
Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian. Bila mereka itu dua orang atau lebih maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga bagian.

Pasal 182
Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ia mendapat separoh bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian saudara laki-laki dua berbanding satu dengan saudara perempuan.

Dalam pasal 181 maupun 182 KHI syarat saudara, baik kandung atau tiri akan mendapat warisan apabila pewaris tidak memiliki anak dan ayah.

Namun demikian, saudara pewaris berhak mendapat wasiat dari pewaris, apabila memang semasa hidupnya ada memberikan wasiat dengan jumlah maksimal 1/3 (sepertiga) dari jumlah harta warisan.

Terhadap permasalahn tersebut, maka menurut kami sesuai dengan yang telah kami jelaskan di atas, ibu saudara penanya harus menyerahkan uang dan sertifikat rumah tersebut kepada ahli waris pewaris (bude), yaitu kedua anaknya tersebut., setelah dikurangi biaya-biaya atau hal-hal yang berhubungan dengan kewajiban ahli waris sebagaimana maksud dari pasal 175 KHI.

Demikian jawaban dari kami. Salah dan khilaf mohon maaf

Semoga bermanfaat

Wassalam

 

Admin

Tags: ,
Copyright 2021. All rights reserved.

Posted November 27, 2018 by Admin in category "Hukum Perdata Agama", "Kewarisan

Comments on Facebook