Upaya Hukum Harta Warisan dijual Salah Satu Ahli Waris
PERTANYAAN:
Yth. Bapak / Ibu Konsultan Hukum
Bapak mertua saya, selain memiliki rumah yang ditinggali bersama anak dan istrinya, beliau juga memiliki sebuah ruko yang di dapat dari orangtuanya (warisan) yang dimilikinya semenjak belum menikah. Sehingga bukan merupakan harta bersama dengan Ibu mertua saya
melainkan harta bawaan.
Kurang lebih 3 tahun lalu, Bapak mertua saya memberikan ruko tersebutkepada istri saya sepengetahuan Ibu mertua. Pemberian tersebutdilakukan hanya secara lisan tanpa adanya dokumen hibah atau apa pun,karena rasa saling percaya karena ikatan darah. Adapun sertifikat
masih dipegang oleh Bapak mertua saya.
Tahun 2012 Bapak mertua saya meninggal. dan sepeninggalan Bapak mertuasaya, ternyata kemudian pada tahun 2013, Ibu mertua saya telah menjualruko tersebut tanpa sepengetahuan istri saya.
Petanyaan saya adalah, bagaimanakah hukumnya berdasarkan UU Perkawinandan Kompilasi Hukum Islam, apakah Ibu mertua saya berhak melakukanjual beli tersebut?
Terimakasih saya ucapkan kepada Bapak/Ibu Konsultan Hukum, semoga ilmu yang Bapak/Ibu bagi kepada kami para pengunjung situs ini mendapatkan balasan pahala dari Yang Maha Kuasa, amin.
Hormat saya
Lauris S.
JAWABAN:
Saudara penanya yang kami hormati.
Terima kasih sebelumnya telah berkunjung ke website kami.
Tentang harta benda dalam perkawinan diatur dalam UU nomor 1 tahun 1974 pasal 35 sd 37 jo. KHI pasal 85 sd. 97. Tentang harta bawaan terdapat pada UU no 1 tahun 1974 ps 35 ayat (2) dan 36 ayat (2) jo. KHI pasal 85, 86 ayat (2), dan pasal 87.
Pasal 35 ayat (2) UU nomor 1 tahun 1974 berbunyi: Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Pasal 36 ayat (2) UU nomor 1 tahun 1974 berbunyi: Mengenai harta bawaan masing-masing, suami isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.
Pasal 85 KHI : Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau isteri.
Pasal 86 ayat (2) KHI: Harta isteri tetap menjadi hak isteri dan dikuasi penuh olehnya, demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasi penuh olehnya.
Pasal 87 KHI:
(1) Harta bawaan masing-masing suami dan isteri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
(2) Suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sodaqah atau lainnya.
Tentang hibah terdapat dalam KHI:
Pasal 210
(1) Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun berakal sehat tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta bendanya kepada orang lain atau lembaga di hadapan dua orang saksi untuk dimiliki.
(2) Harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari penghibah.
Pasal 211
Hibah dan orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan.
Pasal 212
Hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah orang tua kepada anaknya.
Pasal 213
Hibah yang diberikan pada swaat pemberi hibah dalam keadaan sakit yang dekat dengan kematian, maka harus mendapat persetujuan dari ahliwarisnya.
Pasal 214
Warga negara Indonesia yang berada di negara asing dapat membuat surat hibah di hadapan Konsulat atau Kedutaan Republik Indonesia setempat sepanjang isinya tidak bertentangan dengan ketentuan pasal-pasal ini.
Berdasarkan aturan-aturan tersebut, maka bapak mertua saudara berhak melakukan perbuatan hukum atas harta bawaan yang dimilikinya termasuk menghibahkannya (berdasarkan ps 36 ayat (2) UU nomor 1 tahun 1974), tetapi berdasarkan bunyi pasal 211 KHI, maka hibah orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan. Artinya ketika ayah yang menjadi pewaris / penghibah meninggal dunia, dan harta yang dihibahkan orang tua kepada anak tersebut senilai bagian warisnya, maka ketika terjadi pembagian warisan, anak yang mendapat hibah tersebut boleh jadi tidak mendapatkan bagian warisan lagi. (hal ini tergantung putusan Majelis Hakim Pengadilan Agama).
Ketika ayah mertua anda meninggal, maka ruko tersebut menjadi harta warisan yang dibagikan kepada ahli waris yang berhak menerimanya sesuai dengan bagiannya masing-masing menurut aturan perundang-undangan yang berlaku (dalam hal ini KHI), maka Ketika ibu mertua menjual ruko tersebut, artinya menjual harta warisan. Para ahli waris dapat mengadakan perdamaian dengan cara hasil penjualan ruko tersebut dihitung sebagai harta warisan yang dibagikan kepada ahli waris yang berhak.
Sehingga hal yang dilakukan adalah:
- Agar berkekuatan hukum tetap, maka dapat diajukan Permohonan Pembagian Pembagian Harta Peninggalan (P3HP) ke Pengadilan Agama. Ini dilakukan apabila pembagian warisan tersebut para ahli warisnya secara damai, tidak ada sengketa, hanya ingin memperoleh kepastian hukum.
- Apabila ada sengketa (misalnya harta warisan dikuasai salah satu pihak dan pihak tersebut tidak mau membaginya secara damai), maka para ahli waris dapat menggugatnya ke Pengadilan Agama.
Pasal 188 KHI:
Pasal 188
Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian harta warisan. Bila ada di antara ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian warisan.
Demikian jawaban dari kami.
Atas kesalahan dan kekurangannya, kami mohon maaf
Semoga bermanfaat
Wassalam
Admin