Pembagian Waris Jika Ahli Waris Meninggal Sebelum harta Dibagi
PERTANYAAN:
Senin, 23 September 2013, 11:58
Mohon bantuannya untuk menghitung warisan dan mohon diberikan dalil-dalil Al Qur’an sebagai pedoman.
Saya memiliki kakek dari ayah dan sudah meninggal dunia 3 tahun lalu (tahun 2009) dan meninggalkan warisan yang hingga sekarang belum dibagi dan menjadi polemic dalam keluarga hingga kepanjangan karena semua ingin mendapat bagian yang letaknya strategis
Dengan rincian sebagai berikut meninggalkan :
1. Anak Pertama laki-laki (Pak De) masih hidup, memiliki anak 6 yang terdiri dari :
4 laki-laki dan 2 perempuan (cucu Alm Kakek)
2. Anak Kedua laki-laki (ayah saya) sekarang sudah Alm (meninggal tahun 2012), memiliki anak 3 terdiri dari :
1 laki-laki (yaitu saya) dan 2 perempuan (yaitu adik saya) (cucu Alm Kakek)
3. Anak Ketiga laki-laki (Pak Lik) sekarang sudah Alm (meninggal tahun 2007), memiliki 2 anak terdiri dari :
2 anak perempuan (cucu Alm Kakek)
4. Anak Keempat laki-laki (Pak Lik) sekarang sudah Alm (meninggal tahun 1989), dan tidak memiliki anak.
5. Anak Kelima perempuan (Bu Lik) masih hidup, memiliki anak 2 yang terdiri dari :
2 laki-laki (cucu Alm Kakek)
6. Anak Keenam laki-laki (Pak Lik) masih hidup, dan tidak memiliki anak
7. Anak Ketujuh perempuan (Bu Lik) masih hidup, dan memiliki anak 3 yang terdiri dari:
1 laki-laki dan 2 perempuan (cucu Alm Kakek)
8. Anak Kedelapan laki-laki (Pak Lik) masih hidup, dan memiliki anak 1 yang terdiri dari:
1 perempuan (cucu Alm Kakek)
9. Anak Kesembilan perempuan (Bu Lik) masih hidup, dan memiliki 2 anak yang terdiri dari :
1 laki-laki dan 1 perempuan (cucu Alm Kakek)
Mohon secepatnya dibantu pak karena saya merasa miris dengan polemic tersebut, si A mengadu dengan saya seperti ini kemudian si B seperti ini jadi saya berinisiatif mencari dalil-dalil yang benar agar menjadi lebih terang, karena saya hanya selaku cucu jadi agak takut kalo saya salah karena bapak saya yang terkenal sangat bijaksana dalam menyelesaikan masalah-masalah ersebut sudah meninggal dunia, tapi yang saya simpulkan dari saudara Alm bapak saya semuanya ingin mendapat warisan yang tempatnya strategis makanya hingga sekarang belum dibagi. Kakek saya meninggalkan warisan (tanah dibeberapa tempat) ada yang strategis dan ada yang di pedalaman (tidak strategis).
Tambahan keterangan:
Ketika kakek/pewaris meninggal (tahun 2009), isteri beliau sudah meninggal 15 tahun sebelumnya.
Ketika anak laki-laki kedua meninggal (tahun 2012), ada meninggalkan ahli waris: isteri, 1 anak laki-laki dan 2 anak perempuan.
Anak laki-laki ketiga meninggal tahun 2007, dan anak laki-laki keempat meninggal tahun 1989.
JAWABAN:
Wa’alaikum salam wr wb.
Saudara penanya yang kami hormati.
Kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah (lih. Pasal 175 KHI/Kompilasi Hukum Islam):
1. Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai.
2. Menyelesaikan baik hutang piutang berupa pengobatan, perawatan, termasuk kewajiban pewaris maupun menagih piutang.
3. Menyelesaikan wasiat pewaris
4. Membagi harta warisan di antara ahli waris yang berhak.
Sumber hukum kewarisan:
• Ayat-ayat Alquran yang mengatur tentang kewarisan bisa dilihat pada surat An-Nisa ayat 7, 11, 12, dan 176.
• Aturan tentang pembagian warisan dalam bentuk undang-undang terdapat pada pasal 176 sd 193 Kompilasi Hukum Islam (KHI).
• Hadits-hadits yang memerintahkan untuk membagi harta warisan di antaranya:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى بْنُ حَمَّادٍ وَهُوَ النَّرْسِيُّ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ عَنْ ابْنِ طَاوُسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلْحِقُوا الْفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا بَقِيَ فَهُوَ لِأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ
Telah menceritakan kepada kami [Abdul A’la bin Hammad] -yaitu An Narsi- telah menceritakan kepada kami [Wuhaib] dari [Ibnu Thawus] dari [Ayahnya] dari [Ibnu Abbas] dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Berikanlah harta warisan kepada yang berhak mendapatkannya, sedangkan sisanya untuk laki-laki yang paling dekat garis keturunannya.” (Shahih Muslim, hadits nomor: 3028).
حَدَّثَنَا أُمَيَّةُ بْنُ بِسْطَامَ الْعَيْشِيُّ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ حَدَّثَنَا رَوْحُ بْنُ الْقَاسِمِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ طَاوُسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلْحِقُوا الْفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا تَرَكَتْ الْفَرَائِضُ فَلِأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ
Telah menceritakan kepada kami [Umayyah bin Bistham Al ‘Aisi] telah menceritakan kepada kami [Yazid bin Zurai’] telah menceritakan kepada kami [Rauh bin Al Qasim] dari [Abdullah bin Thawus] dari [Ayahnya] dari [Ibnu Abbas] dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Berikanlah harta warisan kepada yang berhak menerimanya, sedangkan sisanya untuk keluarga laki-laki yang terdekat.” (Shahih Muslim, hadits nomor: 3029).
حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَمُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ وَاللَّفْظُ لِابْنِ رَافِعٍ قَالَ إِسْحَقُ حَدَّثَنَا وَقَالَ الْآخَرَانِ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ ابْنِ طَاوُسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اقْسِمُوا الْمَالَ بَيْنَ أَهْلِ الْفَرَائِضِ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ فَمَا تَرَكَتْ الْفَرَائِضُ فَلِأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ و حَدَّثَنِيهِ مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ أَبُو كُرَيْبٍ الْهَمْدَانِيُّ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ حُبَابٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَيُّوبَ عَنْ ابْنِ طَاوُسٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَ حَدِيثِ وُهَيْبٍ وَرَوْحِ بْنِ الْقَاسِم
ِ
Telah menceritakan kepada kami [Ishaq bin Ibrahim] dan [Muhammad bin Rafi’] dan [Abd bin Humaid], dan ini adalah lafadz Ibnu Rafi’. Ishaq berkata; telah menceritakan kepada kami, sedangkan yang dua mengatakan; telah mengabarkan kepada kami [Abdurrazaq] telah mengabarkan kepada kami [Ma’mar] dari [Ibnu Thawus] dari [Ayahnya] dari [Ibnu Abbas] dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bagikanlah harta warisan di antara orang-orang yang berhak (Dzawil furudl) sesuai dengan Kitabullah, sedangkan sisa dari harta warisan untuk keluarga laki-laki yang terdekat.” Dan telah menceritakan kepadaku [Muhammad bin Al ‘Ala’ Abu Kuraib Al Hamdani] telah menceritakan kepada kami [Zaid bin Hubab] dari [Yahya bin Ayyub] dari [Ibnu Thawus] dengan isnad ini, seperti hadits Wuhaib dan Rauh bin Qasim.” (Shahih Muslim, hadits nomor: 3030).
Untuk memudahkan dalam pembagian harta warisan, kita umpamakan Kakek anda (A), anak pertama B, anak kedua C, dst sd anak ke 9 (J).
A meninggal dunia pada tahun 2009
C meninggal dunia pada tahun 2012
D meninggal dunia pada tahun 2007
E meninggal dunia pada tahun 1989
Yang ingin dibagi adalah harta A.
Ahli waris dari A adalah:
1. B sebagai anak laki-laki
2. C sebagai anak laki-laki
3. D sebagai anak laki-laki, digantikan oleh anaknya yang terdiri dari 2 orang perempuan (sebut saja K), karena D lebih dulu meninggal dunia daripada A. (mengenai ahli waris pengganti tidak dikenal dalam fikih klasik tetapi dikenal pada fikih modern. Bisa dilihat pada pasal 185 KHI). (untuk masalah dalil ahli waris pengganti tidak dibahas disini karena terjadi perbedaan pendapat dan pembahasannya panjang, dapat di browsing sendiri di google atau membaca kitab-kitab fikih atau buku buku tentang kewarisan yang membahas ahli waris pengganti).
4. F sebagai anak perempuan
5. G sebagai anak laki-laki
6. H sebagai anak perempuan
7. I sebagai anak laki-laki
8. J sebagai anak perempuan
Jadi, ahli waris dari A terdiri dari 4 orang anak laki-laki, 3 orang anak perempuan dan 2 orang sebagai ahli waris pengganti (cucu perempuan dari anak laki-laki).
Catatan:
Pasal 185 KHI:
(1). Ahli waris yang meninggal lebih dahulu daripada si pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut pada pasal 173.
(2). Bagian dari ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.
Berdasarkan aturan tersebut, maka walaupun D adalah anak laki-laki. K (2 orang cucu perempuan dari anak laki-laki/anak D) bagiannya tidak boleh melebihi dari bagian B dan yang lainnya sehingga bagiannya dianggap seperti bagian anak perempuan dan dibagi mereka berdua.
Maka pembagiannya, anak laki-laki 2:1 daripada anak perempuan (QS. An-Nisa ayat 11, pasal 176 KHI)
Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan* (QS. Ani-Nisa ayat 11)
*Bagian laki-laki dua kali bagian perempuan adalah karena kewajiban laki-laki lebih berat dari perempuan, seperti kewajiban membayar maskawin dan memberi nafkah. (Lihat surat An Nisaa ayat 34).
Pasal 176 KHI:
Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separo bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki , maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan.
Sebelum membagi harta warisan terlebih dahulu ditentukan AM (Asal Masalah) dengan pedoman bagian anak laki-laki 2:1 bagian anak perempuan. Sehingga AM adalah 12:
1. B sebagai anak laki-laki mendapat 2 bagian
2. C sebagai anak laki-laki mendapat 2 bagian
3. K sebagai ahli waris pengganti D mendapat 1 bagian (1 bagian tersebut dibagi 2 di antara mereka berdua/ 2 orang anak perempuan dari D/ cucu perempuan dari A atau masing-masing mendapat ½ bagian)
4. F sebagai anak perempuan mendapat 1 bagian
5. G sebagai anak laki-laki mendapat 2 bagian
6. H sebagai anak perempuan mendapat 1 bagian
7. I sebagai anak laki-laki mendapat 2 bagian
8. J sebagai anak perempuan mendapat 1 bagian
(2+2+1+1+2+1+2+1= 12)
Kemudian pada tahun 2012, C meninggal dunia dengan meninggalkan ahli waris : 1 orang isteri, 1 anak laki-laki dan 2 anak perempuan. Maka pembagiannya adalah :
1. Isteri mendapat 1/8 (An-Nisa ayat 12, pasal 180 KHI)
2. 1 anak laki-laki dan 2 anak perempuan menjadi ashabah bil ghair dengan pembagian laki-laki 2:1 bagian perempuan. (7/8). (An-Nisa ayat 11, pasal 176 KHI)
Sehingga, Asal Masalah menjadi 32
– Isteri mendapat 1/8 atau 4/32
– 1 anak laki-laki mendapat 7/8 x 2/4 = 14/32
– 1 anak perempuan mendapat 7/8 x 1/4 = 7/32
– 1 anak perempuan mendapat 7/8 x 1/4 = 7/32
(4+14+7+7 = 32).
Kesimpulan :
• Berdasarkan ayat-ayat Alquran, hadits-hadits tersebut di atas dan pasal-pasal KHI, maka pembagian warisan segera setelah pewaris meninggal dunia, apabila berlarut-larut tidak dibagi, maka akan termakan hak orang lain (hak waris yang belum dibagi). Apabila memakan atau termakan hak orang lain, maka hukumnya adalah dosa.
• Bagian anak laki-laki adalah 2:1 bagian anak perempuan.
• Setelah mengetahui pembagian tersebut, maka di antara para ahli waris dapat mengadakan “perdamaian”. Dalam pasal 183 KHI disebutkan: “para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan , setelah masing-masing menyadari bagiannya”. Artinya, masalah tanah yang letaknya strategis dapat dimusyawarahkan atau saling tukar tambah karena berbeda harganya misalnya. Atau tergantung kesepakatan bersama di antara para ahli waris.
• Harta warisan yang belum dibagi berlarut-larut sehingga di antara ahli waris kemudian ada yang meninggal lagi, dalam ilmu waris disebut MUNASAKHAH.
• Untuk mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat, pembagian harta warisan tersebut harus diajukan ke PENGADILAN AGAMA yang mewilayahi tempat tinggal para ahli waris. Sebab di Pengadilan Agama pemeriksaan pembagian harta peninggalan tersebut lebih mendetail, apakah harta tersebut adalah harta bersama atau harta bawaan, apakah ada ahli waris yang terlupa untuk dimuat dalam permohonan pembagian warisan, apakah ada ahli waris yang keberatan dengan harta tersebut, apakah harta tersebut dalam sengketa atau tidak, apakah masihtersangkut dengan hak orang lain (utang atau yang lainnya), apakah ada wasiat dan lain-lain.
Demikian jawaban dari kami.
Atas kesalahan dan kekurangannya, kami mohon maaf
Semoga bermanfaat
Wassalam
Admin