February 1

Mobil Kredit Disita Karena digunakan Untuk Tindak Pidana

PERTANYAAN:

Saya mohon saran dari bapak/Ibu dimana saya bekerja diperusahaan PT. Multindo Auto Finance,
Ada permasalahan dimana unit yang dikredit oleh nasabah di PT. MUltindo Auto Finance ditahan oleh pihak kejaksaan dimana kronologisnya nasabah tersebut melakukan ilegal logging kayu dimana tertangkap oleh dinas kehutanan dan diserahkan kepada polsek setempat. Sekarang unit tersebut berada di kejaksaan dan unit tersebut tidak bisa dipinjam pakai dikarenakan kasus tersebut dan disita oleh negara yang akan dilelang oleh negara.
yang mau saya tanyakan :
1. berdasarkan apa sehingga unit tersebut disita oleh negara dan dilelang?
2. prosedur apa yang harus diikuti sehingga unit tersebut bisa dikembalikan keperusahaan?
3. gimana penerapan atas undang-undang Fiducia?

terima kasih atas saran yang diberikan

JAWABAN:

Saudari penanya yang kami hormati.
Terima kasih sebelumnya telah berkunjung ke website kami.

1. Untuk pertanyaan masalah ini, karena kami tidak mengetahui kronologisnya secara detail sehingga pihak yang berwenang menyita barang tersebut dengan alasan-alsannya, sehingga kesulitan memberikan jawaban yang mendetail. Untuk hal tersebut saudari penanya dapat meminta penjelasan kepada aparat yang menyita barang tersebut. Kami hanya dapat menjelaskan secara umum dalam KUHAP masalah penyitaan. Dalam KUHAP pasal 39 disebutkan:
(1) Yang dapat dikenakan penyitaan adalah:
a. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dan tindak pidana atau sebagai hasil dan tindak pidana;
b. benda yang telah dipergunakan secara Iangsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
c. benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
d. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
e. benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
(2) Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1).
2. Ajukan saja praperadilan terhadap tindakan penyitaan.
Sehubungan dengan permasalahan hukum ini dapat dijelaskan pendapat berikut. Pada dasarnya, setiap upaya paksa (enforcement) dalam penegakkan hukum mengandung nilai HAM yang sangat asasi. Oleh karena itu, harus dilindungi dengan seksama dan hati-hati, sehingga perampasan atasnya harus sesuai dengan “acara yang berlaku (due process) ” dan “hukum yang berlaku (due to law)”.
Ditinjau dari standar universal maupun dalam KUHAP, tindakan upaya paksa merupakan perampasan HAM atau hak privasi perseorangan (personil privacy right) yang dilakukan penguasa (aparat penegak hukum) dalam melaksanakan fungsi peradilan dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) yang dapat diklasifikasikan, meliputi:
a. Penangkapan (arrest)
b. Penahanan (detention)
c. Penggeledahan (searching) dan
d. Penyitaan; perampasan pembeslahan (seizure)

Dari keempat point tersebut, kami hanya menjelaskan poin “d” saja, antara lain:
Meskipun pasal 77 ayat (1) huruf “a” KUHAP tidak menyebutkan secara tegas tentang penyitaan da penggeledahan, tetapi hanya menyebut penangkapan, penahanan, dan penghentian penyidikan atau penuntutan, rincian ini tidak bersifat “limitatif”. Ternyata pasal 82 ayat (3) huruf d KUHAP memasukan upaya paksa penyitaan ke dalam yurisdiksi substantif Praperadilan.
Alasan lain yang mendukung tindakan penyitaan termasuk yurisdiksi Praperadilan berkenaan dengan penyitaan yang dilakukan terhadap barang pihak ketiga , dan barang ini tidak termasuk sebagai alat atau barang bukti. Dalam kasus seperti ini pemilik barang harus diberikan hak mengajukan ketidakabsahan penyitaan kepada Praperadilan. Menutup atau meniadakan hak orang yang dirugikan dalam penyitaan dimaksud , berarti membiarkan dan membenarkan perkosaan oleh aparat penegak hukum (penyidik) terhadap hak milik orang yang tidak berdosa. (Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP)
3. Bentuk awal Fidusia yang dikenal sekarang ini ialah fiducia cum creditore. Penyerahan hak milik pada fiducia cum creditore ini terjadi secara sempurna, sehingga penerima Fidusia (Krditor) berkedudukan sebagai pemilik yang sempurna juga. Sebagai pemilik tentu saja ia bebas berbuat apapaun terhadap barang yang dimilikinya, hanya saja berdasarkan fides ia berkewajiban mengembalikan hak milik atas barang tadi kepada debitor pemberi Fidusia, apabila pihak yang belakangan ini telah melunasi utangnya kepada kreditor.
Sehubungan perkembangan perkreditan dalam masyarakat Indonesia sekarang ini memerlukan bentuk-bentuk jaminan perlindungan dari segi pembiayaan, di mana orang memerlukan kredit dengan jaminan barang bergerak, namun tersebut masih tetap dapat menggunakannya untuk keperluan sehari-hari maupun untuk keperluan usahanya, jaminan kredit yang demikian tidak dapat ditampung hanya oleh peraturan-peraturan gadai, yang tidak memungkinkan benda jaminan tersebut tetap berada pada yang menggadaikan. Oleh karena itu guna memenuhi kebutuhan tersebut dan untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan, maka disyahkannya Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan Fidusia yang diundangkan pada tanggal 30 september 1999 dan diumumkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor.168 yang dirumuskan sebagai penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan.
Sehubungan dengan penjaminan ini, apa yang harus dilakukan oleh penerima fidusia (kreditor) apabila pemberi fidusia (debitor) berbuat kesalahan yang berupa kesengajaan yang dilakukan pemberi fidusia (debitor) berupa mamalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak. Melahirkan perjanjian Jaminan Fidusia., maka dalam peristiwa seperti itu, penerima fidusia (kreditor) bisa melaksanakan eksekusinya atas benda jaminan fidusia dan menuntut secara pidana yang diatur dalam pasal 35 Undang-undang No 42 Tahun 1999 tentang Fidusia.
Berdasarkan hal tersebut, maka apabila terjadi penyitaan terhadap barang yang masih belum lunas kreditnya tersebut, maka pihak pembiayaan juga berhak memperoleh hak-haknya terhadap barang yang sedang disita tersebut termasuk seperti mengajukan pinjam pakai, gugatan wanprestasi, menuntut secara pidana nasabah yang menyalahgunakan barang tersebut dan Praperadilan sebagaimana telah dijelaskan pada jawaban angka 2 di atas.

Demikian jawaban dari kami.
Atas kesalahan dan kekurangannya, kami mohon maaf
Semoga bermanfaat
Wassalam
Admin

Tags: , , , ,
Copyright 2021. All rights reserved.

Posted February 1, 2014 by Admin in category "Pidana

Comments on Facebook