Sengketa Hasil Usaha Konter
PERTANYAAN:
Assalamualaikum wr. wb.
Permisi Bapak/ibu, Saya Mau Tanya Tentang Hukum Sengketa Harta Antara Menantu dan Mertua. Begini Awal Mula Ceritanya, Kakak Laki-Laki Saya Menikah Dengan Perempuan, Dan Kakak Saya Tinggal Di Rumah Si Perempuan Karena Di Minta Keluarga Si Perempuan Untuk Tinggal Disana. Lalu Kakak Saya Di Bantu Saudara dan Keluarga Saya Untuk Membangun Sebuah Usaha Konter Cellular dan Sablon. Semua Usaha Yang Mendanai Adalah Hasil Keluarga Kakak Laki-laki Saya, Sedangkan Keluarga Istrinya Tidak Sepersenpun membantu Dalam Membangun Usaha. Setelah Beberapa Tahun Usahanya Berkembang dan Kakak Saya Mengambil/Kredit Motor Dengan Menggunakan Identitas Nama Istrinya Tetapi Yang Mengangsur setiap bulannya itu dari uang kakak saya Tanpa Uang Dari Mertua, Lalu Setahun Kemudian Istrinya Meninggal Dunia. Setelah 100 hari Kematian Istrinya, Ia Berniat Kembali Ke Rumah Keluarga dan Memindahkan Semua Usahanya Di Desanya. Akan Tetapi Mertua Kakak Saya Mengakui Semua Usaha dan Motor ialah Miliknya, ia Beranggapan yg membeli adalah alm. anaknya, Padahal Anaknya hanya sebuah ibu rumah tangga biasa. Tetapi kakak saya Ngotot Membawa Sebagian usaha dan Motor. Setelah itu mertuanya tidak terima lalu melabrak keluarga saya dan Menghina, Menuduh Kakak saya sebagai pencuri.
Saya Mau Tanya Tentang Hukum dari cerita saya.
Atas Perhatiannya saya Ucapkan terima kasih.
wassalamu’alaikum wr. wb.
JAWABAN:
Waalaikum Salam Wr. Wb.
Saudara penanya yang kami hormati.
terimakasih sebelumnya kami ucapkan telah berkunjung ke website kami.
Terkait dengan masalah hasil usaha yang saudara tanyakan, intinya kami memahami bahwa bagaimana status kepemilikan hasil usaha dan harta tersebut.
Yang perlu digaris bawahi adalah, harus dipilah terlebih dahulu tentang status harta tersebut. Dalam aturan hukum di Indonesia yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 maupun Kompilasi Hukum Islam, ada Namanya harta bawaan dan harta Bersama. Untuk mengetahui hal tersebut, terlebih dahulu kita pahami sebagaimana tertuang dalam pasal-pasal berikut:
Pasal 35 UU No 1 tahun 1974 :
- Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta Bersama.
- Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh
masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing
sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Kompilasi Hukum islam
BAB XIII
HARTA KEKAYAAN DALAM PERKAWINAN
Pasal 85
Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masingmasing suami atau isteri.
Pasal 86
1. Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta isteri karena perkawinan.
2. Harta isteri tetap menjadi hak isteri dan dikuasi penuh olehnya, demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasi penuh olehnya.
Pasal 87
1. Harta bawaan masing-masing suami dan isteri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
2. Suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sodaqah atau lainnya.
Kalau melihat dari kronologis yang saudara ceritakan, jika usaha konter itu dianggap adalah hadiah dari keluarga laki-laki (suami), maka itu termasuk ke dalam harta bawaan suami sebagaimana maksud pasal 35 ayat (2) UU Nomor 1 tahun 1974 jo. Pasal 87 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, akan tetapi hasil usaha dari konter tersebut, karena diusahakan dalam masa perkawinan dengan perempuan (isteri), maka hasil tersebut termasuk ke dalam harta Bersama, termasuk juga motor ataupun barang lainnya yang dihasilkan oleh usaha tersebut. Dalam pasal 1 huruf f Kompilasi Hukum Islam dijelaskan:
“Harta kekayaan dalam perkawinan atau Syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri
atau bersam suami-isteri selam dalam ikatan perkawinan berlangsung selanjutnya sisebut harta
bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun;”
Adapun pekerjaan isteri sebagai ibu rumah tangga, bukan menghalangi dia mendapatkan harta Bersama, karena ibu rumah tangga juga adalah pekerjaan, bukan berarti tidak bekerja, isteri berhak mendapat setengah dari harta bersama tersebut.
Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam: “Janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.”
Apabila salah satu pihak meninggal dunia, missal isteri, maka bagian harta Bersama isteri tersebut menjadi harta warisan yang dibagikan kepada ahli waris isteri, termasuk suami juga mendapat warisan disana, termasuk orang tua isteri (mertua) juga mendapat hak waris dalam harta tersebut.
Demikian jawaban dari kami. Salah dan khilaf mohon maaf
Semoga bermanfaat
Wassalam
Admin